Ketua FPI Provinsi Jambi, Nagib Ali al Jufri, turut menegaskan bahwa pihaknya secara konsisten menolak kehadiran Helen’s Play Mart. Ia menyoroti bahwa dalam RDP sebelumnya bersama DPRD dan OPD terkait, telah ada keputusan bersama untuk menutup Helen’s secara permanen.
“Jika Helen’s dibuka kembali, apapun namanya, kami tolak. Ini jelas melanggar budaya Melayu dan Peraturan Daerah,” ujar Nagib.
Ia juga meminta agar Pemerintah Kota dan Provinsi Jambi segera mengakhiri polemik ini dengan pernyataan resmi penutupan permanen, demi menghindari potensi manipulasi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
DPRD: Izin Belum Lengkap, Lokasi Tak Layak
Ketua Komisi I DPRD Kota Jambi, Rio Ramadhan, mengungkapkan bahwa pihaknya tidak dilibatkan dalam rapat terakhir yang digelar Disperindag bersama pihak manajemen Helen’s. Ia menegaskan bahwa dalam RDP sebelumnya, DPRD telah memberikan rekomendasi penutupan permanen berdasarkan keresahan masyarakat.
“Waktu itu izinnya belum lengkap. Bahkan lokasi usahanya dinilai terlalu terbuka, semua usia bisa masuk karena tampilannya seperti minimarket. Ini sangat meresahkan,” ujarnya.
Wakil Ketua Komisi I, Zayadi, menambahkan bahwa lokasi Helen’s melanggar berbagai aturan karena dekat dengan rumah sakit, kawasan religi, dan rumah dinas Gubernur. Ia menekankan bahwa DPRD mendukung investasi, namun tidak yang berdampak negatif terhadap masyarakat.
“Kami mendukung investasi yang sehat dan sesuai aturan. Helen’s tidak memenuhi syarat itu,” tegasnya.
Masyarakat Menanti Keputusan Tegas
Penolakan dari ormas, tokoh adat, dan elemen masyarakat menunjukkan bahwa isu Helen’s Play Mart bukan semata soal perizinan, tapi juga menyangkut identitas kultural dan religius Kota Jambi. Kini, sorotan publik tertuju kepada langkah yang akan diambil Pemerintah Kota dan Provinsi Jambi untuk menjawab aspirasi warganya.